Senin, 08 Maret 2010

SILVER RECOVERY III



II.4. Pengolahan Automatic Prosesing Film

Proses pengolahan film radiografi secara umum dapat dibedakan dua yaitu pengolahan film secara manual dan pengolahan film teknik prosesing automatic. Pengolahan film manual secara teknik banyak kendalanya. Kendala itu berupa kesegaran larutan sangat sulit dipertahankan, oleh karena sangat dipengaruhi oleh suhu, waktu pembangkitan, agitasi dan prosesnya berlangsung lama.

Teknik prosesing automatic digunakan dengan memperbaiki kekurangan pada system pengolahan sistem manual. Secara teknik pengolahan film sistem prosesing automatik siklus film diolah dari posisi kering ke kering (dry to dry cycle), serkulasi film dan larutan digerakan oleh roller-roller sehingga agitasi dapat dilakukan secara konstan. Waktu pengolahan film lebih cepat, kualitas dan kuantitas larutan dijaga standart oleh karena dikendalikan oleh replenisment system.

II.5. Proses Pengolahan Limbah Larutan Penetap

Larutan penetap yang yang dilakukan pengolahan film radiografi berulang-ulang maka kemampuan untuk memfiksasi gambar, melarutkan dan menyamak emulsi film berkurang. Semakin melemahnya fungsi larutan penetap sebanding dengan banyaknya dan semakin luas permukaan film yang diolah. Perlemahan fungsi larutan penetap pada pengolahan film dengan teknik prosesing automatik ditandai perubahan kimia larutan penetap. Larutan penetap yang bersifat larutan asam akan tercampur larutan pembangkit bersifat basa yang ikut terbawa pada lembar film. Larutan penetap yang telah berubah secara kimia tersebut juga akan mengandung butir-butir perak.

Kandungan butir-butir perak di dalam larutan penetap yang sudah terpakai dapat dilakukan proses pemisahan. Teknik pemisahan butir-butir perak dari componen - komponen larutan penetap lainnya dikenal dengan istilah silver recovery. Teknik pemisahan butir-butir perak yang benar dapat menghasilkan sekitar 98,5% perak yang ada di dalam larutan penetap habis pakai. Efisensi dari pengolahan limbah bergantung pada metode teknik perkiraan (estimasi) awal kandungan perak yang akan diolah.dan metode pemisahan yang akan dipergunakan.

Estimasi kandungan perak di dalam larutan penetap habis dipakai dapat dipergunakan kertas silver test atau yang dikenal Merckoquant Fixing Bath Test. Kertas silver test dicelupkan ke dalam larutan penetap selama 30 detik, maka kandungan perak dapat ditentukan dengan membandingkan warna kertas silver test dengan sebuah tabel warna dari alat tersebut. Kertas silver test selain berfungsi untuk mentaksir kandungan perak juga berguna untuk menilai kandungan perak yang tersisa setelah proses pengolahan limbah larutan penetap.
Salah satu metode pemisahan perak yang terkandung pada limbah larutan penetap adalah teknik elektrolisa. Prinsip sebuah teknik elektrolisa memerlukan dua buah elektroda (katoda dan anoda) dimasukkan ke dalam cairan penetap yang akan diolah. Bahan dari elektroda positif terbuat dari karbon, sedangkan elektroda negatif dipakai bahan stenleas steel. Butir - butir perak yang terkandung dalam larutan penetap berupa ion positif ( Ag+), maka ketika dua elektroda diberi arus listrik maka ion - ion positif Ag+ akan tertarik atau menempel pada elektroda negatif yang terbuat dari bahan stainless steel.

Teknik elektrolisa dilihat dari arus listrik yang dipakai terdapat dua teknik :

II.5.1. Teknik elektrolisa arus rendah

Teknik elektrolisa arus rendah menggunakan beda potential antara katoda dan anoda 500 mV dan arus listrik yang dialirkan berkisar 40 – 800 mA. Penggunaan elektrolisa teknik ini biasanya terbatas jumlah larutan penetap yang diolah dan proses pengolahannya berlangsung lama, sehingga jumlah perak yang dihasilkan lama akan tetapi kualitas perak yang dihasilkan mempunyai kemurnian yang tinggi.

II.5.2. Teknik elektrolisa arus tinggi.

Teknik elektrolisa arus tinggi biasanya arus listrik yang mengaliri elektroda mencapai 3 A. Proses pengolahan dapat berlangsung cepat dan dalam jumlah yang banyak, sehingga teknik ini paling banyak digunakan untuk memisahkan perak dari larutan penetap hasil limbah radiologi.

Penggunaan teknik elektrolisa dengan arus tinggi selama pengolahan pemisahan perak, larutan harus selalu diaduk untuk memastikan keteraturan ion perak yang dapat ditarik oleh katoda. Besarnya arus yang digunakan harus diusahakan agar selama proses pengolahan tidak terjadi proses sulfidasi dimana perak yang mengendap berwarna agak hitam, larutan penetap yang diolah berwarna kehitam-hitaman dan menimbulkan bau yang tidak sedap.

III..2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
1 Alat elektrolisis
2. Limbah larutan penetap ( fixer ) 20 liter
3. pH meter untuk mengetahui pH larutan
4. Alat ukur timbangan
5. Ember berisi air
6. Masker
7. Pembakar Bubuk Perak ( Burner )

SILVER RECOVERY II



II.1.2. Proses pembentukan gambar

Proses pengolahan film berfungsi untuk merubah bayangan laten (laten image) menjadi bayangan tanpak (permanent). Proses pembentukan bayangan nyata didahului proses pembentukan bayangan laten.

Emulsi film radiografi terdiri dari kristal-kristal AgBr dalam bentuk ion Ag+ dan Br- dalam kisi kubus. Kehadiran impuritas mengganggu permukaan kubus yang membentuk sensitivity speck (bintik sensitif). Ion Br- apabila terkena radiasi sinar-x akan terbentuk atom Br dan elektron, menurut reaksi :

Br- + sinar-x ( hf ) → Br + elektron.

Atom Br akan diserap oleh dasar film (base) yang terbuat dari bahan gelatine. Elektron yang terbentuk akan terperangkap oleh oleh sensitivity speck dan menarik muatan positif Ag+ sehingga menjadi atom Ag. Kristal dengan atom Ag pada permukaanya disebut bayangan laten (laten image). Proses pembangkitan bayangan oleh larutan pembangkit yang mengandung larutan alkali. Tahap selanjutnya gambar difiksasi di dalam cairan penetap. Kristal yang tidak mengandung bayangan laten (laten image) dicuci dan menghasilkan densitas terang pada film.

II.2. Proses Penetapan Gambar

Bayangan pada film yang dihasilkan didalam proses pembangkitan bersifat berubah-ubah (sementara), sehingga proses pembangkitan harus dihentikan. Jika pembangkitan tidak dihentikan maka bayangan atau gambar yang terjadi akan bertambah densitasnya. Untuk itu film setelah selesai pada tahap pembangkitan dicuci (rinsing) yang kemudian dimasukkan ke dalam cairan penetap (fixer). Gambar atau bayangan akan mengalami proses penetapan (fiksasi).

II.2.1. Komposisi larutan penetap

Proses fiksasi secara umum berfungsi untuk menghentikan proses pembangkitan, melarutkan butir-butir perak bromida (AgBr) yang tidak terekspose (terpapar radiasi sinar-x) dan mengeraskan imulsi film. Oleh karena itu bahan untuk larutan penetap (fixing agent) dipilih harus mampu mengubah butir-butir perak bromida (AgBr) menjadi komponen yang larut dalam air. Sifat lain dari bahan larutan penetap yaitu bahan tidak merusak dasar film (base) yang mengandung gelatine.

1. Bahan larutan penetap
Bahan yang dapat digunakan untuk larutan penetap (fixing agent) adalah :

• Natrium Thiosulfat (Na2S2O3)
Natrium Thiosulfat (Na2S2O3) atau dikenal hypo adalah bahan yang paling umum digunakan untuk larutan penetap. Reaksi dengan butir-butir perak bromida (AgBr) adalah :

Na2S2O3 + AgBr → Na2Ag(S2O3)2 + NaBr

• Amonium Thiosulfat
Bahan ini biasanya digunakan kemasan dalam bentuk cairan (liquid concerted), reaksi dengan butir-butir perak bromida (AgBr) sama dengan bahan natrium thiosulfat. Komponen amonium agak kurang stabil dibandingkan bahan hypo, namun reaksinya lebih cepat pada kosentrasi yang sama oleh karena sering digunakan untuk pengolahan outomatic (rapid fixer).

Tabel 2.2. Komposisi larutan penetap
Nomer Komposisi Bahan Berat (gram)
1 Fixer agent (Na2S2O3) 400
2 Accelerator (CH3COOH) 10
3 Preservativ (NaHSO4) 15
4 Hardener (K2SO4Cr2(SO4)2 24H2O 15
5 Solvent 1000
Sumber : Radiographic Photography, Chesney, 1971, hal 113

II.3. Film Radiografi
II.3.1. Konstruksi film radiografi

Film radiografi secara umum kostruksinya terdiri dari bagian sebagai berikut :

1. Film Base
Film base mempunyai ketebalan 0,18 mm. Bahannya terbuat dari selelosa asetat dan polyster. Bahan polyster sekarang banyak dipakai sebagai bahan film base. Polyster mempunyai kelebihan dementional stability dalam arti mampu menjaga kesetabilan bentuknya jika terjadi proses pengeringan film, fleksibel, water proof (menyerap air sedikit), kelembaban rendah, sering diberi warna biru sehingga mengenakan penglihatan mata dan bersifat chimical memory atau gambar tidak berubah setelah melalui tahap prosesing film.

2. Subtratum Layer
Lapisan subtratum layer atau dikenal dengan istilah lapisan adhesive mempunyai ketebalan 0,01mm. Lapisan ini berfungsi sebagai perekat antara emulsi film dan lapisan film base. Bahan dari lapisan subtratum layer adalah selelosa ester, gelatine dan asepton.

3 Emulsi Film
Lapisan emulsi film terbuat dari butir-butir perak bromida (AgBr) dan gelatine. Emulsi film mempunyai ketebalan lapisan antara 0,02 – 0,05 mm. Film radiografi dilihat dari jenis emlsi film ada dua macam, yaitu film single emulsi (film hanya mempunyai satu sisi emusi) seperti film untuk mamografi, dental film (gigi) dan film untuk angiografi. Jenis film kedua adalah film double emulsi (emulsi ganda) umumnya untuk semua pemeriksaan radiografi menggunakan film ini.

4 Supercoat
Lapisan supercoat adalah lapisan film yang berfungsi sebagai pelindung emulsi film dari kerusakan mekanis. Lapisan supercoat dibuat setipis, sehalus dan sekuat mungkin.

II.3.2. Macam-macam jenis film radiografi

1. Berdasarkan penggunaanya dengan screen

• Film non-screen
Jenis film radiografi yang dalam penggunaanya tidak mempergunakan intensifying screen (lembar penguat). Pada jenis film ini biasanya emulsi film lebih tebal dari pada biasa, penggunaanya untuk pemotretan obyek yang ketebalanya tipis dan film jenis ini membutuhkan faktor eksposi lebih besar.

• Screen Film
Film jenis ini dalam pemakiannya mempergunakan intensifying screen (lembar penguat) yang diletakkan diantara dua lembar lapisan penguat di dalam kaset film. Film jenis ini membutuhkan faktor eksposi lebih sedikit.

2. Berdasarkan ukuran butir-butir perak bromida

• Film dengan butir-butir perak bromida ukuran besar
Film dengan ukuran butir-butir perak bromida (AgBr) ukuran besar berhubungan dengan sebuah kecepatan film (speed). Kecepatan film jenis ini adalah cepat, dalam arti respon film sangat sensitif terhadap beberapa jumlah penyinaran sinar-x, kontras gambar baik akan tetapi detail gambar rendah.

• Film dengan butir-butir perak bromida ukuran sedang

• Film dengan butir-butir perak bromida ukuran kecil
Film dengan ukuran butir-butir perak bromida (AgBr) kecil kurang respon terhadap sejumlah penyinaran sinar-x.sehingga apabila dipakai memerlukan faktor ekspos yang tinggi akan tetapi detail gambar yang dihasilkan tinggi.

SILVER RECOVERY I


I. Pendahuluan

Pengolahan film merupakan suatu bagian yang menentukan pada proses pembuatan radiograf. Proses pengolahan film dilakukan dengan teknik manual maupun otaomatik prosesing dengan beberapa tahapan. Tahapan pengolahan film dimulai proses pembangkitan (development), pencucian (rinsing), penetapan (fixing), pembilasan (washing) dan tahap terakhir adalah pengiringan (drying).(1)

Tahap pembangkitan film, butir-butir perak bromida (AgBr) pada emulsi film yang telah diekspos akan direduksi menjadi perak metalik oleh cairan pembangkit. Pembangkitan berfungsi merubah bayangan laten menjadi bayangan tampak. Untuk menghentikan proses pembangkitan selama prosesing film, tahap berikutnya film yang telah dimasukkan larutan pembangkitan selanjutnya dilakukan pencucian dengan air dan dimasukkan dalam cairan penetap(fixer). Dalam larutan ini gambar yang dihasilkan tidak dapat berubah densitasnya.

Proses yang terjadi di dalam cairan penetap selain proses fiksasi gambar juga berfungsi untuk menghentikan proses pembankitan, melarutkan butir-bitir perak bromida(AgBr) yang tidak terekspos dan mengeraskan emulsi film. Setelah cairan penetap digunakan berulang-ulang untuk proses fiksasi gambar maka kemampuanya untuk menetapkan gambar semakin lama semakin berkurang.

Semakin melemahnya kemampuan larutan penetep disebabkan karena perubahan fisik dan kimia. Perubahan secara fisik yaitu karena terbawanya cairan penetap oleh film pada saat diangkat untuk dipindahkan pada tangki pembilasan, sedangkan perubahan secara kimia disebabkan karena reaksi cairan penetap dan butit-butir perak bromida (AgBr) pada emulsi film. Semakin banyak film yang diproses dan ukuran film makin lebar maka jumlah butir-butir perak bromida (AgBr) yang larut dalam cairan penetap semakin banyak. Butir-butir perak bromida (AgBr) yang terdapat dalam cairan penetap semakin banyak akan dapat merusak gambar. (2)

Cairan penetap yang sudah tidak mampu menjalankan fungsinya harus segera diganti dengan cairan penetap yang baru. Limbah cairan penetap yang banyak mengandung butir-butir perak di unit radiologi umumnya dijual ke pengumpul cairan tanpa proses pemisahan butir-butir peraknya dengan nilai ekonomisnya rendah.

Limbah cairan penetap yang dihasilkan dari proes pengolahan film di unit-unit radiologi baik klinik atau rumah sakit dapat dilakukan proses daur ulang pemisahan butir-butir perak yang terkandung dalam cairan penetap. Proses daur ulang pemisahan butir-butir perak dikenal dengan istilah silver recovery. Metode silver recovery yang umumnya digunakan untuk mengambil perak di dalam limbah cairan pembengkit adalah metode elektrolisis. (2)


Tabel 2.1. Komposisi larutan pembangkit
Nomer Bahan Berat (gram)
1 Hydroquinon 8
2 Methol 4
3 Accelerator 40
4 Preservative 60
5 Restrainer 5
6 Air 1000
Sumber : Radiographic Photography, Chesney, 1971, hal 113

Jumat, 05 Maret 2010

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DIGITAL RADIOGRAPHY

Purwanto,S.Si

PENDAHULUAN

Digital radiographic image receptor secara perlahan-lahan (gradual) kini mulai menggantikan kaset-kaset-screen film yang mula-mula merupakan teknologi analog, mulai dikonversi ke lingkungan yang serba digital. Computed Tomography Scan ( CT Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Ultrasonografi dan pencitraan nuclear (PET maupun SPECT) membuat perubahan berupa pengolahan data (signal) analog melalui analog to digital converter (ADC) menjadi citra digital yang telah berkembang sejak tahun 1070-an. Sehingga kini teknik radiografi screen-film merupakan modalitas masa lalu yang mempunyai banyak kekurangan, yang akan mengalami proses transisi akuisisi digital.
Perkembangan transisi menuju teknologi digital radiography berjalan lambat disebabkan screen-film merupakan teknologi detector pada kondisi tertentu mempunyai kelebihan menghasilkan citra yang mempunyai kualitas tinggi utamanya kontras sehingga banyak jenis keadaan, dan oleh karena itu motivasi untuk melakukan perubahan menjadi kecil. Sebagai tambahan, besarnya medan pandang dan tingginya resolusi spasial dari radiografi mensyaratkan citra radiografi digital yang mengandung data digital dalam jumlah yang besar. Sebagai contoh, radiograf dada digital yang beresolusi tinggi umumnya berkisar dari 4 megabit (MB) (2 k x 2 k x 8 bit) hingga 32 MB (4k x 4 k x 12 bit). Sebagai perbandingan, citra tunggal yang dihasilkan dari CT sebesar 0,5 MB, dan sebuah citra SPECT (single photon emission computed tomography) hanya berukuran 16 kilobit (kB). Kekurangan-kekurangan dengan besarnya ukuran citra radiografi digital ini ada tiga: (a) membutuhkan banyak ruang media penyimpanan digital, (b) membutuhkan bandwidth jaringan yang relatif tinggi dalam picture archiving and communication system (PACS), dan (c) membutuhkan luminansi yang mahal dan monitor-monitor yang memiliki resolusi tinggi (umumnya 2 k x 2,5 k) untuk display-nya.

Prinsip Kerja Computer Radiografi (CR)

Computed radiography (CR) merupakan sebuah istilah untuk photostimulable phosphor detector (PSP) system. Fosfor yang digunakan pada screen film, seperti Gd2O2S memancarkan cahaya ketika diekspose (paparan) dengan sebuah pancaran sinar x-ray. Ketika x-ray diserap (absorb) oleh photostimulable phosphor, beberapa cahaya juga diemisikan dengan segera, namun banyak dari energi x-ray yang terserap terperangkap didalam screen PSP dan dapat dilakukan read out nantinya. Untuk alasan ini PSP screen disebut juga dengan nama storage phospors or imaging plates. CR diperkenalkan pada tahun 1970-an dan banyak departemen yang menginstalasi PACS, yang seringkali setuju dengan perkembangan rekam medis elektronik.
CR imaging plates terbuat dari BaFBr dan BaFI. Karena percampuran ini, bahan tersebut sering juga dinamakan dengan barium fluorohalida. CR plate adalah sebuah screen yang fleksibel yang terdapat didalam sebuah kaset yang serupa dengan screen-film cassette. Satu imaging plate digunakan untuk masing-masing eksposur. Imaging plate diekspos pada sebuah identikal prosedur menuju screen-film radiography, dan kemudian CR cassette dibawah ke unit CR reader. Cassette tersebut ditempatkan pada unit readout, dan beberapa langkah proses mengambil alih :

1. Kaset dipindahkan ke unit pembaca dan imaging plate secara mekanis dipindahkan dari kaset tersebut.

2. Imaging plate diinterpretasikan melintasi sebuah tahap perpindahan dan disinari oleh sebuah pancaran laser.

3. Cahaya laser menstimulasi emisi energi yang terperangkap didalam imaging plate, dan cahaya tampak dilepaskan dari plate tersebut.

4. Cahaya yang dilepaskan dari plate tersebut ditampung oleh sebuah fiber optik light guide dan photomultiplier tube (PMT), yang menghasilkan sinyal elektronik.
5. Sinyal elektronik kemudian digitalisasi dan disimpan.

6. Plate tersebut kemudian diekspos pada cahaya putih yang terang guna menghapus energi residu yang terperangkap.

7. Kemudian imaging plate dipasang kembali ke kaset dan siap untuk digunakan kembali.

Citra digital yang dihasilkan oleh CR reader yang disimpan sementara pada local hard disk. Banyak sistem-sistem CR print out bekerjasama dengan printer-printer laser maupun thermal yang membuat hard copy dari citra-citra digital. Sistem-sistem CR sering bertindak sebagai entry point pada PACS, dan pada kasus yang demikian citra digital radiography dikirim ke sistem PAC untuk interpretasi oleh radiologist dan pengarsipan jangka panjang.
Imaging plate merupakan peralatan analog, namun alat itu dibaca dengan teknik digital elektronik dan analog, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1. Imaging plate ditranslasikan selama tahap readout pada arah vertikal (arah y), dan sebuah pancaran laser scanning mengscanning plate tersebut secara horizontal (arah x). Laser di-scan dengan menggunakan sebuah rotating multifaceted mirror. Karena cahaya laser merah (kira-kira 700 nm) menabrak imaging phosphor pada lokasi (x,y), maka energi yang terperangkap dari eksposur x-ray pada lokasi itu dilepaskan dari imaging plate. Fraksi cahaya-cahaya emisi berjalan melalui fiberoptic light guide dapat mencapai PMT yang merupakan alat untuk pengganda fotoelektron. Sinyal elektronik yang diproduksi oleh PMT digitalisasi dan disimpan dalam memori. Oleh karena itu, untuk setiap lokasi spasial (x,y) nilai gray scale yang bersesuaian ditentukan, dan hal ini merupakan bagaimana citra digital I (x,y) dihasilkan pada sebuah CR reader.

Gambar 1. Prinsip kerja Computer Radiography (CR) reader
(sumber :The Essential Physics of Medical imaging, Jerrold T,Busberg,hal,294,2001)

Gambar 2. Photomultipler Tube yang berfungsi menguatkan sinyal dari read out IP